Tersangka RSMY Bakal Bertambah

Tersangka RSMY Bakal Bertambah

\"RIO-POLEMIK-RSMY-1\"GADING CEMPAKA, BE – Polda Bengkulu memastikan penyidikan tidak akan berhenti dengan penetapan 3 tersangka penyalahgunaan anggaran RSUD M Yunus (RSMY). Namun ini merupakan langkah baru penyidik mendalami kasus tersebut. Keterangan dari ketiga tersangka ZZ (mantan Kadis Kesehatan Provinsi dan Direktur RSMY), YZ (mantan Direktur RSMY) dan Dw (Bagian Keungan RSMY) akan mengungkap seperti apa pengucuran insentif dan honor yang ditaksir menelan kerugian Rp Rp 5,6 miliar.

Direktur Reskrim Khusus Polda Bengkulu, Kombes Pol Drs SM Mahendra Jaya menjelaskan dalam kasus RSMY tersebut cukup rumit. Terebih dengan status sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut tidak seharusnya ada dewan pembinaan yang saat ini masih saja tercantum. Ketiga tersangka tersebut juga telah melanggar UU No 31 tahun 1999  junto UU No 20 tahun 2001 pasal 2, 3, 8, dan 9 tentang tindak pidana korupsi, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.

“Selama tiga tahun (2010, 2011 dan 2012) kerugian cukup besar ditambah lagi adanya sistem yang salah. Dalam waktu dekat ini kita masih akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi lagi,” jelasnya.

Siapa yang akan diperiksa dalam waktu dekat ini, Mahendra masih enggan mengungkapkannya. Sinyalemennya tetap mengarah kepada pegawai ataupun pejabat eselon di jajaran RSMY yang terkait pengeluaran dana insentif tersebut.

Beberapa kepala bagian masuk daftar pemeriksaan selanjutnya. Tentunya, tidak menutup kemungkinan tersangka bertambah. “Kasus ini akan terus kita lanjutkan. Semua sudah jelas dana sebesar itu dikeluarkan tanpa persetujuan gubernur serta tidak sesuai peruntukan,” tukasnya.

Posisi Gubernur Masih Rawan Sekalipun penyidik menegaskan Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah tidak tersangkut kasus pemberian insentif, tak lantas membuat posisinya aman. Pengamat Hukum Tata Negara Unib Prof Dr Juanda justru melihat posisi gubernur tetap rawan. Ini tak lepas dari Surat Keputusan (SK) pembentukan Dewan Pembina yang diatur dalam Pergub No 1 tahun 2011.

Dia menjelaskan, berdasarkan analisis hukum terkait kasus pembentukan Dewan Pembina RSUD M Yunus, dia mengatakan dalam hukum ada sebab dan akibat. Jadi perlu dikaji terlebih dahulu, sejauh mana akibat diduga tindak pidana korupsi. \"SK (Pembentukan Dewan Pembina) itu ada atau tidak ada dengan korelasi atau kaitannya dengan akibat yang ditimbulkan dari SK itu karena kelemahan atau kesalahan dari SK tersebut, sehingga menimbulkan peluang orang melakukan korupsi,\" jelasnya.

Dia menjelaskan, bisa jadi gubernur selaku orang yang membuat SK itu juga harus bertanggung jawab.  Jika ada kaitannya langsung atau akibat dugaan tindak pidana korupsi yang disebabkan karena kelemahan dari SK atau dengan kata lain SK gubernur tersebut memberikan peluang terhadap akan terjadinya orang melakukan tindak pidana korupsi. \"Teori hukumnya namanya  hukum administrasi berunjung pada tindak pidana,\" kata Juanda.

Tapi, lanjut Juanda, tidak semua SK gubernur dan SK apapun  di bidang pemerintahan itu otomatis dapat memberikan peluang atau  untuk melakukan tindak pidana. Pada kondisi seperti itu maka sulit mengkaitkan gubernur selaku orang yang mengesahkan SK dalam kasus tindak pidana. \"Untuk menentukan apakah SK gubernur itu bisa menyeret Sekda, Karo Hukum, atau gubernur sendiri, tergantung penilaian penyidik terhadap dua hal tadi, apakah akibat SK  itu menyebabkan terbukanya peluang terjadinya tindak pidana, atau meski SK tersebut dikeluarkan, tidak memberikan peluang terjadinya tidak pidana atau perbuatan korupsi,\" jelasnya.

Dikatakannya, walaupun terdapat kelemahan SK tersebut, tetapi  menurut penyidik, (walaupun SK itu ada) tidak  mutlak memberikan peluang terjadinya korupsi. \"Artinya korupsi ada bukan karena SK, maka tidak bisa mengkaitkan gubernur,\" katanya. Tetapi, kalau SK menyalahi aturan  dari pada azas hukum yang bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, sehingga berpeluang  membuat orang melakukan tindak pidana korupsi atau  terjadinya  kerugian negara. \"Sehingga bisa dikatakan SK berpeluang untuk jadi penyebab tindak pidana korupsi,\" katanya.

Maka, ditegaskannya, dalam prinsip hukum, prinsipnya meski tidak menerima uang, tapi tapi dapat diduga  atau menimbulkan terjadinya tindak pidana korupsi, \"Gubernur bisa dikaitkan orang yang memberikan peluang akibat dari kesalahan administrasi,\" jelasnya.

Usulan Bawahan Sementara itu, Gubernur Bengkulu H Junaidi Hamsyah saat dikonfirmasi mengatakan jika dalam mengeluarkan SK tersebut, bermula dari usulan bawahannya. Sebelum menandatangani SK pembentukan Dewan Pembina tersebut, sudah ada lima tanda tangan dari bawahannya. \"Kalau  regulasi SK keluar yang lebih pas jawab adalah Biro Hukum. Tapi gambarannya, regulasi SK keluar itu  dari bawah ke atas. Saya terima sudah ada 5 orang yang teken SK,\" ujarnya.

Junaidi tidak mau mengomentari banyak, tapi menyerahkan semua pada proses hukum.\"Sebagai negara hukum biarkan proses hukum berjalan,\" pungkasnya.(100/160)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: